Kemarin malam, saya dan dua teman saya (Tato dan Kumiz) pergi ke Cilodong. Mampir ke kedai kopi milik Yogi. Selesai ngobrol ngarul ngidul dengan Yogi, kami berpamitan dan hendak mampir ke kedai kopi lainnya, Qimung. Tepatnya di GDC. Onay memberikan lokasi di Waze. Kita bertiga tidak ada yang mengenal medan ke Qimung. Okay, kita ikutin rute di Waze. Damn! I was wrong for trusting Waze! Jalan tikus yang kita lalui. Kita melewati jalur yang sangat sempit dan hanya bisa dilewati satu mobil. Saat itu sudah gelap. Kanan dan kiri adalah pohon bambu. Jika Anda pernah menonton film Jelankung dimana ada adegan melewati jalan sempit, sepi, dan tak berujung. Itulah yang Tato bayangkan. Cukup panjang jalan tikus ini. Kami berharap ada cahaya dari lampu motor yang lewat. Tapi itu hanya harapan sirna dibalik ketatukan. Antara begal atau…

Jika bertemu hal itu, saya sudah membayangkan putar balik mobil yang tidak memungkinkan. Tak berapa lama kita dihapapkan dengan persimpangan. Lurus buntu, atau belok kiri dengan jalan yang tambah sempit. Waze mengarahkan ke kiri. Humm. Suasana semakin mencekam. Rumah tidak terlihat. Pohon bambu di kanan dan kiri. Sampah-sampah mulai terlihat. Hingga, kita melihat plang besar di ujung bertuliskan huruf besar semua. Tulisannya “DEMI ALLAH…” Bulu kuduk saya langsung merinding. Kita semua merujuk ke plang. Saya langsung berpikir, tanpa membaca tulisan di bawahnya, “DEMI ALLAH JANGAN LEWAT SINI!!”. Apakah ini jalan terlarang? Atau?

Tulisan lengkapnya ternyata “DEMI ALLAH YANG BUANG SAMPAH DISINI…”. Fiuh. Setelah melalui jalan horor itu akhirnya terlihat perumahan di sebelah kiri jalan dan kita selamat melewati jalan mengerikan tersebut dan alhamdulillah bukan jalan pintas menuju Gadog, Puncak. Lesson learned. Never trust Waze!